Perspektif Oleh Ilmuwan Barat
Sebelum membahas tentang pandangan ilmuwan barat terhadap kloning, terlebih dahulu marilah kita mencoba menelaah tentang kloning itu sendiri. Kloning merupakan penggandaan suatu organisme kehidupan. Contoh nyata kloning alami adalah adanya kembar dari dua pasang bersaudara. Keduanya identik secara bentuk tetapi berbeda pada perilakunya.
Seiring dengan perkembangan teknologi, manusia mulai menyelidiki bagaimana membuat kloning dari suatu makhluk hidup. Tujuannya pun bermacam-macam. Tetapi dari tujuan tersebut setidaknya ada dua tujuan besar mengapa kloning diteliti, yaitu untuk tujuan pengobatan dan tujuan reproduksi.
Kloning dilakukan dengan mengambil embrio dasar dari suatu makhluk hidup, kemudian memberikan instruksi pada embrio tersebut agar bisa menjadi makhluk serupa. Embrio dasar tersebut bisa didapatkan dengan mengambil satu sel sehat dari organ manusia, kemudian sel tersebut ditanamkan pada rahim atau pada tempat lain untuk menumbuhkannya hingga kelahiran embrio tersebut.
Sarjana-sarjana barat telah banyak melakukan eksperiment yang berhubungan dengan kloning ini. Penelitian dilakukan pada unggas dan mamalia. Dari sekian banyak penelitian untuk unggas hampir seluruhnya berhasil. Contohnya seperti kloning pada chimes (sejenis ayam hasil kloning dari ayam petelur dan ayam berdaging) yang dilakukan oleh Rob Etches. Kloning ini ternyata berhasil dan menghasilkan suatu organisme baru yang unggul yang memiliki daging banyak dan produktif dalam menghasilkan telur. Sedangkan kloning pada mamalia, meskipun berhasil melahirkan suatu organisme tetapi organisme tersebut ternyata tidak memiliki daya tahan tubuh yang memadai sehingga mamalia hasil kloning seluruhnya mati dalam waktu yang singkat setelah dilahirkan, misalnya Gaur (bison thailand yang dikloning agar tidak punah) dan Dolly (domba hasil kloning).
Perdebatan tentang kloning dikalangan ilmuwan barat terus terjadi, bahkan dalam hal kloning binatang sekalipun, apalagi dalam hal kloning manusia. Kelompok kontra kloning diwakili oleh George Annos (seorang pengacara kesehatan di universitas Boston) dan pdt. Russel E. Saltzman (pendeta gereja lutheran). menurut George Annos, kloning akan memiliki dampak buruk bagi kehidupan, antara lain :
* merusak peradaban manusia.
* memperlakukan manusia sebagai objek.
* Jika kloning dilakukan manusia seolah seperti barang mekanis yang bisa dicetak semaunya oleh pemilik modal. Hal ini akan mereduksi nilai-nilai kemanusiaan yang dimiliki oleh manusia hasil kloning.
* kloning akan menimbulkan perasaan dominasi dari suatu kelompok tertentu terhadap kelompok lain. Kloning biasanya dilakukan pada manusia unggulan yang memiliki keistimewaan dibidang tertentu. Tidak mungkin kloning dilakukan pada manusia awam yang tidak memiliki keistimewaan. Misalnya kloning Einstein, kloning Beethoven maupun tokoh-tokoh yang lain. Hal ini akan menimbulkan perasaan dominasi oleh manusia hasil kloning tersebut sehingga bukan suatu kemustahilan ketika manusia hasil kloning malah menguasai manusia sebenarnya karena keunggulan mereka dalam berbagai bidang.
Sedangkan menurut pdt. Russel E. Saltzman, bagaimanapun kloning tetap tidak diperbolehkan, karena pada prosesnya terdapat pengambilan sel dari makhluk hidup yang berhak mendapat kehidupan. Sel yang diambil untuk kloning berarti sama saja dengan membunuhnya untuk kemudian dijadikan sebagai organisme baru. Padahal setiap makhluk hidup sekecil apapun berhak menikmati kehidupan.
Adapun kelompok yang memperbolehkan kloning diwakili oleh Panos Zavos (seorang peneliti pada pusat Reproduksi kentucky), mereka berpendapat bahwa kloning untuk saat ini memang diperlukan oleh manusia. Contoh misalnya ketika christopher reeves kehilangan tulang punggungnya, salah satu cara yang pas untuk menyembuhkan sakitnya adalah dengan kloning. Atau Andrea Gordon, seorang pasien yang mengalami gagal ginjal dan organ tubuhnya tidak bisa menerima transplantasi ginjal walau dari orang terdekatnya sekalipun. Ia rela menunggu hasil kloning organ ginjal walau ginjal babi sekalipun. Untuk mereka berdua kloning sangat diperlukan karena menimbang manfaat yang mereka dapatkan dari hasil kloning tersebut. Selain itu, kloning juga diharapkan bisa menjadi alternatif untuk melestarikan hewan langka, sehingga keberadaan hewan-hewan langka terus bisa dilestarikan, hal ini seperti yang dilakukan oleh Betsy Dresser (seorang pakar binatang di kebun binatang audubon, new orlands, Australia). Kloning juga bisa menjadi solusi bagi wanita yang tidak bisa melahirkan anak tetapi ingin mempunyai anak secara genetis karena adanya keterkaitan histori antara keduanya, hal ini seperti yang diinginkan oleh Viviane Maxwell (warga California). Menimbang faktor-faktor diatas, para ilmuwan terus berupaya untuk melakukan penelitian tentang kloning ini dengan harapan penelitian mereka bisa dimanfaatkan pada kehidupan manusia.
Perspektif Agama Islam
Kloning dan hukumnya secara tersurat tidak didapatkan dari kitab-kitab maraji’ islam, baik dari Al-Qur’an, Hadits, maupun kitab-kitab ulama klasik. Penentuan hukum kloning murni merupakan ijtihad kaum muslim sekarang dan ini merupakan tantangan bagi kaum muslim dalam menanggapi realitas yang terjadi disekitarnya. Oleh karena itu, salah satu cara yang mungkin dilakukan adalah dengan melihat metode yang dilakukan ulama terdahulu dalam memutuskan hukum terhadap suatu realitas yang tidak pernah dijumpai sebelumnya (pendekatan ushul fiqh).
Pada dasarnya, kloning merupakan suatu ide ilmiah hasil pemikiran kreativitas manusia. Ide ini merupakan realisasi dari pembacaan manusia terhadap alam yang sebenarnya juga dianjurkan oleh islam (iqra dalam artian ayat-ayat kauniyah). Menurut Syekh Muhammad Taufiq Miqdad setiap ide ilmiah yang dikemukakan tidak keluar dari tiga katagori. Pertama, ia berkaitan dengan sesuatu yang telah pasti diharamkan agama, seperti eutanasia. Ini jelas ditolak oleh agama karena berkaitan langsung dengan kehidupan manusia yang merupakan anugerah Ilahi tanpa sedikitpun campur tangan manusia.
Kedua, ide tersebut berkaitan dengan sesuatu yang jelas didukung oleh agana dan juga pertimbangan akal, seperti penciptaan aneka obat untuk penyembuhan manusia. ini termasuk bagian dari kebutuhan pokok manusia. Islam mendukung setiap usaha ke arah sana, dan menilainya sebagai sesuatu yang amat terpuji.
Ketiga, suatu ide ilmiah yang belum terbukti hasil dan dampaknya baik positif maupun negatif. Ide semacam ini baru dalam proses pembentukan atau tahap awal. Kita belum dapat memperoleh gambaran jelas dan utuh yang dapat menyingkirkan segala ketidakjelasan yang berkaitan dengannya. Ide semacam ini, tidak dapat ditetapkan atasnya hukum haram atau halal secara pasti, karena ia baru berbentuk ide atau baru dalam bentuk kekuatiran adanya sisi mudharat dan negatif yang juga baru dalam benak dan teori. Menetapkah hukum (halal maupun haram) menyangkut hal semacam ini adalah ketergesa-gesaan yang bukan pada tempatnya dan tidak sejalan dengan tuntunan akal dalam berpikir atau menarik kesimpulan.
Kloning, dalam ranah kloning manusia disini berada pada posisi ketiga dari ide ilmiah tersebut. Kita tidak bisa menentukan secara pasti (halal/haramnya) karena ide tersebut masih dalam tataran ide dan belum diaplikasikan. Dalam hal ini segala bentuk penelitian ilmiah hukumnya mubah/boleh. Kita bisa mengambil kesimpulan keputusan hukumnya setelah ide tersebut diaplikasikan dengan menimbang dampak-dampaknya terhadap kehidupan, tentang maslahah atau tidaknya hasil penelitian tersebut.
Tetapi pendapat para ulama tentang kloning pada manusia seandainya nanti berhasil dilakukan menarik untuk dikaji. Diantaranya pendapat Sheikh Muhammad Thanthawi dan Sheikh Muhammad Jamil Hammud Al-’Amily yang mengatakan bahwa kloing dalam upaya mereproduksi manusia terdapat pelecehan terhadap kehormatan manusia yang mestinya dijunjung tinggi. Kloning mengarah kepada goncangnya sistem kekeluargaan serta penghinaan dan pembatasan peranan perempuan. Ia bukan saja memutuskan silaturahim tetapi juga mengikis habis cinta. Ia adalah mengubah ciptaan Allah dan bertentangan dengan Sunatullah. Itu adalah pengaruh setan bahkan merupakan upayanya untuk menguasai dunia dan manusia.
Sheikh Muhammad Ali al-Juzu (Mufti Lebanon yang beraliran Sunni) menyatakan bahwa kloning manusia akan mengakibatkan sendi kehidupan keluarga menjadi terancam hilang atau hancur, karena manusia yang lahir melalui proses kloning tidak dikenal siapa ibu dan bapaknya, atau dia adalah percampuran antara dua wanita atau lebih sehingga tidak diketahui siapa ibunya. Selanjutnya kalau cloning dilakukan secara berulang-ulang, maka bagaimana kita dapat membedakan seseorang dari yang lain yang juga mengambil bentuk dan rupa yang sama.
Sheikh Farid Washil (mantan Mufti Mesir) menolak kloning reproduksi manusia karena dinilainya bertentangan dengan empat dari lima Maqashid asy-Syar’iah: pemeliharaan jiwa, akal, keturunan, dan agama. Dalam hal ini cloning menyalahi pemeliharaan keturunan.
Dari beberapa pendapat tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa cloning hukumnya haram karena lebih berpotensi menghasilkan dampak buruk daripada dampak baiknya. Keharaman cloning ini lebih didasarkan pada hilangnya salah satu hal yang harus dilindungi manusia yaitu faktor keturunan. Hal ini kemudian disandarkan pada qaidah “dar’ul mafasid muqaddamun ala jalbil mashalih” yang artinya Menampik keburukan lebih diutamakan daripada mendatangkan manfaat’. Hilangnya garis keturunan manusia yang dikloning akan menghilangkan hak-hak manusia tersebut, seperti misalnya hak untuk mendapat penghidupan dari keluarganya, warisan, lebih parah lagi hak untuk mendapatkan kasih saying dari orang tua geneticnya, dan hak-hak lain yang harus ia dapatkan. Pengharamannya diambil dari kaedah yang ditegaskan oleh firman Allah ((QS. 2: 219) tentang minuman keras yang artinya, Dosa keduanya (minuman keras dan perjudian) lebih besar daripada manfaatnya. Dari sana kita bisa menarik benang merah bahwa cloning yang bertujuan untuk pengobatan misalnya penggantian organ tubuh manusia dengan organ cloning menurut kami diperbolehkan sepanjang hal itu mendatangkan maslahah dan karena kondisi dlarurat yang dialami oleh pasien (Sheikh Farid Washil : 2003).
Adapun kloning dalam ranah binatang dan tumbuh-tumbuhan, maka Islam secara jelas membolehkannya, apalagi kalau tujuannya untuk meningkatkan mutu pangan dan kualitas daging yang dimakan manusia. Selain itu, karena binatang dan tumbuh-tumbuhan tidak perlu mengetahui tentang asal-usul garis keturunannya.
Jumat, 20 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
trima kasih tulisannya...:))
Posting Komentar